
Mencari perlindungan dan memulai kehidupan baru jauh di Jepang
Berasal dari Republik Demokratik Kongo, Masamba kini bekerja di UNIQLO GINZA.
THE POWER OF
CLOTHING
Juni 2024 No.26
Saat berjalan-jalan sambil tampak putus asa, dia mendengar suara bertanya, “Apakah ada yang salah?”
Republik Demokratik Kongo yang dulunya merupakan jajahan Belgia dan telah meraih kemerdekaan, namun penuh dengan perang saudara dan kerusuhan sosial, membuat banyak orang meninggalkan negara tersebut.
Konflik di tanah air membuat Masamba tidak mampu menjalani hidupnya. Ia yang biasa mengajar geografi dan matematika. Enam belas tahun yang lalu, temannya di pelayanan sipil mendesaknya untuk mencari perlindungan di Jepang.
Foto oleh Shinsuke Kamioka
Meninggalkan Republik Demokratik Kongo tempat ia dilahirkan, Masamba melakukan serangkaian penerbangan hingga akhirnya tiba di Jepang. Ia tidak memiliki teman atau keluarga, tidak bisa berbicara bahasa Jepang. Ia memesan kamar hotel di Ginza untuk bermalam, namun ia tahu bahwa harus mencari tempat menginap yang lebih murah sembari menunggu pengajuan permohonan status pengungsi, meskipun ia tidak tahu ke mana harus pergi atau bagaimana memulai prosesnya. Saat itu tahun 2008, dan ia tidak memiliki ponsel pintar (smartphone).
Keesokan paginya, ia keluar dari hotel dan menyeret kopernya berkeliling Ginza. Dia pasti terlihat aneh, karena seorang pria Jepang mendekatinya dan bertanya dalam bahasa Inggris, “Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu sedang mencari sesuatu?”
Wajahnya terlihat ramah, lalu dia tersenyum dan menjawab.
“Di mana saya bisa mendaftar status pengungsi di PBB? Apakah Anda tahu?”
“Mari kita cari tahu bersama,” kata pria itu dan membawanya kembali ke kantor perusahaannya. Pria ini dan rekan kerjanya mencari alamat tersebut dan menelepon terlebih dahulu, lalu memberinya alamat di selembar kertas.
“Kamu bisa pergi ke sini,” kata mereka. “Apa kamu bisa naik kereta bawah tanah sendirian?”
“Saya baru tiba kemarin. Saya tidak tahu bagaimana keadaan di sini.”
“Apakah kamu punya uang?”
"Sedikit."
“Oke, kalau begitu serahkan alamat ini pada sopir taksi, mereka akan mengantarmu ke sana.” Pria itu memanggilkannya taksi.

Kami berbicara dengan Masamba di toko, ia merupakan sosok pendengar yang baik.

Republik Demokratik Kongo (Referensi dari data Kementerian Luar Negeri Jepang)
Terletak di tengah-tengah Afrika, negara ini menempati peringkat kesebelas secara global dalam hal luas wilayah. Memiliki iklim pegunungan glasial di perbatasan timur hingga hutan hujan tropis, dataran tinggi, dan cekungan yang luas. Terletak di Lembah Sungai Kongo, ibu kota Kinshasa adalah kota modern dengan populasi yang sebanding dengan pusat kota Tokyo. Kediktatoran telah menyebabkan perang saudara, dan menurut perkiraan UNHCR, lebih dari delapan juta orang meninggalkan rumah mereka.
Sejarah
Kepemilikan kolonial atas Belgia pada abad kedua puluh, memperoleh kemerdekaan pada tahun 1960. Setelah itu, pembunuhan dan kudeta memecah belah negara, yang masih terpecah belah oleh konflik. Berganti nama menjadi Republik Zaire pada tahun 1971, Republik Demokratik Kongo mendapatkan namanya yang sekarang pada tahun 1997, meskipun kerusuhan politik terus berlanjut
Ekonomi
Salah satu negara termiskin di dunia, meski kaya akan sumber daya mineral. Menurut Mineral Commodity Summaries 2024, negara ini menempati urutan pertama dalam hal cadangan kobalt, urutan keempat dalam tembaga, dan kedelapan dalam timah. Namun, karena sebagian besar keuntungan digunakan untuk konflik bersenjata, masyarakat sipil hanya mendapat sedikit manfaat dari kekayaan ini.
Budaya
Dengan keragaman kelompok budaya dan bahasa, serta jejak yang ditinggalkan selama bertahun-tahun di bawah kekuasaan Belgia, dan populasi yang sekitar 80% beragama Kristen, negara ini tidak dapat dengan mudah direduksi menjadi satu simbol budaya. Sistem pendidikan masih penuh dengan permasalahan.
Futon Culture Shock
Setibanya di Shibuya, Masamba mencoba membayar ongkos taksi dalam dolar AS, namun pengemudinya terlihat kesal dan berkata, “Saya tidak bisa menerimanya.” Tapi hanya itu yang dia punya, jadi sopir membawanya ke bank. Saat dia mengisi formulir penukaran mata uang, seorang warga Afrika lainnya mendekatinya. "Apakah ada yang salah?" mereka bertanya. Ketika Masamba menjelaskan, warga Afrika lainnya mengatakan, “Alamat ini adalah cabang PBB yang memberikan bantuan kepada pengungsi, Anda tidak dapat mengajukan status pengungsi di sana.” Setelah menyelesaikan masalah dengan sopir taksi, ia pergi bersama orang Afrika itu ke kantor polisi terdekat.
Polisi yang bertugas memberinya sejumlah instruksi. "Pergilah ke JAR (Japan Association for Refugees)," ucapnya, sambil memberi Masamba alamat baru dan memanggilkan taksi untuknya. Di JAR, Masamba diberi pentunjuk mengenai cara mendaftar status pengungsi di kantor imigrasi. Mereka juga memberinya peta kota Tokyo, beberapa tips untuk bertahan hidup di kota, dan menyediakan tempat tinggal sementara untuknya. Di asrama, ia terkejut saat mengetahui bahwa ia tidak tidur di kamar dengan tempat tidur, melainkan tidur dengan futon yang beralaskan lantai tatami. Ia tidak pernah melihat futon seumur hidupnya. Namun, berkat kebaikan dari orang asing, pada hari keduanya di Jepang, hari yang panjang itu berakhir dengan aman.
Lari dari Tanah Air yang Hancur Akibat Perang
Saya lahir pada tahun 1975 di Mbanza-Ngungu, sebuah kota di bagian barat Kongo. Berlokasi sekitar 100 kilometer dari barat daya ibu kota Kinshasa, yang merupakan lokasi Universitas Kongo dan memiliki sekitar 100.000 jiwa penduduk. Meski saat ini Kongo sudah terbebas dari pemerintah kolonial, negara ini terus mengalami konflik, pembunuhan dan kudeta, yang mengakibatkan pada banyaknya jumlah kematian dan orang yang mengungsi.
Pemilihan umum presiden dan parlemen pertama kali diadakan pada tahun 2006, tetapi setelah saya menunjukkan dukungan pada partai oposisi, saya mulai khawatir pada keselamatan diri saya. "Sebaiknya Anda meninggalkan negara ini secepatnya," seorang teman yang bekerja di pemerintahan memperingatkan saya, "atau Anda akan ditangkap."
Dikarenakan Republik Demokratik Kongo dulunya merupakan koloni Belgia, bahasa resmi kami adalah bahasa Prancis. Budaya Eropa terasa familiar bagi saya. Sebelum meninggalkan Kongo, saya berpikir untuk mengunjungi Konsulat Prancis dan Inggris untuk mengajukan visa. Sayangnya, konsulat penuh oleh orang-orang seperti saya yang bergegas untuk mengajukan permohonan, dengan antrean panjang yang sudah ada sejak pukul empat pagi.
Tidak ada kepastian apakah saya bisa mendapatkan visa. Jadi saya meminta pendapat pada teman saya yang merupakan pegawai negeri. "Anda tidak perlu menunggu. Ambil ini dan segera pergi ke Konsulat Jepang," ucapnya sambil memberi paspor khusus untuk saya. Jadi sudah dipastikan, saya bisa mendapatkan visa ke Jepang dan bersiap-bersiap untuk pindah.
Sebagai guru geografi dan matematika, saya melihat Jepang sebagai negara maju yang berteknologi tinggi. Namun, saya tidak tahu apa pun tentang bahasa Jepang maupun budayanya. Eropa penuh dengan pengungsi dari Afrika, tetapi saya tidak pernah mendengar tentang seseorang yang mencari perlindungan di Jepang. Karena sekarang saya sudah memiliki visa, saya tahu saya harus mencobanya.
Perubahan Status Pengungsi ke Pekerja
Berikut ini langkah-langkah untuk mendapatkan status pengungsi di Jepang.
1. Mengajukan permohonan status pengungsi
Setelah memasuki Jepang, ajukan permohonan status pengungsi di kantor imigrasi. Serahkan formulir, lakukan wawancara, lalu tunggu hasil permohonan.
2. Pergi ke Japan Association for Refugees (JAR) atau Refugee Assistance Headquarters (RHQ)
Organisasi ini akan memberikan dana untuk biaya hidup, tempat tinggal, dan biaya pengobatan sementara pemohon status pengungsi sedang menunggu hasil permohonan.
3. Aktivitas Khusus (Designated Activities)
Dapatkan izin tinggal sementara untuk aktivitas khusus (Designated Activities) dan tunggu hasil permohonan.
4. Status Pengungsi
Penerima status pengungsi dapat bekerja dan tinggal di Jepang. RHQ menawarkan dukungan berupa program residensi pendidikan yang meliputi pengajaran bahasa Jepang, panduan gaya hidup, dan bantuan penempatan kerja.
5. Pekerjaan
Penduduk baru dapat menyempurnakan kemampuan bahasa dan memahami budaya kerja Jepang sambil mencari pekerjaan. Saat ini, hanya sebagian perusahaan yang secara proaktif mempekerjakan individu yang telah diberikan status pengungsi.
Chicken Sauté Opens Doors
Saya menyelesaikan semua hal satu persatu. JAR sangat ramah dan sabar dalam membantu saya mengurus semua berkas. Setelah berkas terpenuhi, saya mengunjungi kantor imigrasi, namun mendaftarkan status permohonan tidaklah mudah. Paspor khusus saya bermasalah. Anda tahu, teman saya menyadari jika saya menggunakan nama asli saya, saya bisa saja ditahan saat meninggalkan negeri, jadi dia menggunakan nama umum yang juga banyak digunakan dalam rezim politik. Visa saya langsung dikeluarkan karena saya mengajukan permohonan pergi ke Jepang sebagai pegawai negeri.
Di mata pemerintahan Jepang, menggunakan nama palsu pada paspor adalah pelanggaran, tidak peduli apa pun alasannya, yang berarti saya tidak dapat mengajukan permohonan suaka. Permohonan saya ditolak, dan saya hanya diberikan kartu tanda penduduk orang asing. Namun, kartu ini tidak memberi saya izin untuk bekerja. Tanpa status pengungsi, saya harus mencari cara lain jika ingin tinggal di Jepang. Mengunjungi RHQ (Refugee Assistance Headquarters), saya mengetahui tentang kelas bahasa Jepang dan mendapatkan segala bentuk dukungan.
Salah satu hal yang mereka beritahukan pada saya adalah Kalabaw no Kai, sebuah organisasi yang membantu pekerja asing, imigran, dan pengungsi. Mereka tidak hanya menawarkan kelas bahasa Jepang tetapi juga mengajarkan cara memahami budaya Jepang, yang rajin saya hadiri. Saya menerima dukungan sangat besar dari Kalabaw no Kai, yang mana sangat saya syukuri.
Saya fasih berbahasa Prancis, tetapi bahasa Inggris tidaklah mudah bagi saya. Organisasi ini berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Pada level bahasa Inggris yang saya miliki, saya tidak dapat menyampaikan situasi pelik yang terjadi di Kongo atau mendiskusikan perang saudara yang tragis atau memberitahu mereka tentang posisi saya.
Sampai pada suatu saat, Kalabaw no Kai mengadakan festival yang bertujuan untuk mendorong komunikasi antar imigran, pengungsi, penyelenggara, dan komunitas. Kami juga berharap untuk mengasilkan sedikit uang dari berjualan makanan. Saya bertanggung jawab untuk membuat tumis ayam ala Prancis, sesuatu yang saya suka saat masih di Kongo. Lalu, seorang profesor Jepang yang bertanggung jawab atas penyajian datang dan berkata pada saya, "Rasa ini membawa saya ke masa lalu." Ternyata, ia pernah makan makanan seperti ini di Prancis. "Bisakah Anda berbahasa Prancis?" tanya saya dengan bahasa Prancis untuk memulai percakapan. Profesor ini mengetahui apa yang sedang terjadi di Kongo dan mengerti alasan saya pergi, jadi ia membantu orang-orang di Kalabaw no Kai untuk memahami situasi saya. Hal ini membuat mereka semakin yakin bahwa saya harus mendapatkan status pengungsi, dan akhirnya, kami mendapatkan pengacara dan membawa kasus ini ke pengadilan.
Saat kami menang dan saya mendapatkan status pengungsi, saya sudah berada di Jepang selama tujuh tahun. Sulit untuk menjelaskan seperti apa tahun-tahun ini. Saya sangat berterima kasih bahwa saya mendapatkan pekerjaan tetap di UNIQLO GINZA dan merasa sangat positif mengenai masa depan.
Saya memiliki dua anak laki-laki. Anak pertama berusia empat tahun, dan yang kedua berusia tujuh bulan. Membesarkan anak itu sulit! Karena anak-anak saya tumbuh besar di Jepang, mereka tidak bisa melihat Kongo, untuk melihat asal usul mereka. Anak tertua dapat berbahasa Lingala, salah satu bahasa Kongo, dan juga bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan bahasa Prancis. Anime favoritnya berbahasa Inggris, oleh sebab itulah ia sangat fasih bahasa Inggris. Istri saya lebih nyaman menggunakan bahasa Prancis. Ia bisa berbahasa Inggris, tetapi sulit baginya untuk berbicara.
Di Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo, Lingala adalah bahasa utama. Penduduk di wilayah timur berbicara dengan bahasa Swahili. Di bagian barat menggunakan Kikongo, dan di wilayah tengah menggunakan bahasa Tshilubà. Keempat bahasa ini adalah bahasa utama, tapi jika Anda menghitung jumlah suku, ada 450 kelompok suku. Diantaranya, Lingala adalah bahasa yang paling banyak digunakan.
Karena tidak punya satu pun buku berbahasa Lingala, kami memastikan untuk berbicara dengan bahasa Lingala pada anak-anak kami. Anda tidak memerlukan buku untuk mempelajari kata-kata dan belajar berbicara. Saya ingin anak saya mengetahui bahasa Lingala karena saya pikir akan datang waktu bagi kami untuk kembali ke Kongo.
Satu hal yang tidak bisa saya lupakan dari kehidupan saya di Kongo adalah cuacanya. Tempat asal saya di wilayah barat, daratannya beriklim sabana, dan lautnya yang menyejukkan. Mirip dengan musim semi di Jepang, namun berlangsung sepanjang tahun. Saat Portugis pertama kali mengunjungi Kerajaan Kongo pada abad ke lima belas, mereka sampai di wilayah barat melalui lautan. Perdagangan budak belum ada hingga abad ke enam belas, dan untuk sementara waktu, kondisi perdagangan relatif seimbang. Namun pada abad ke enam belas, kami diserbu oleh Eropa, yang menjadi awal dari jalan gelap sepanjang sejarah.
Saya menyelesaikan semua hal satu persatu. JAR sangat ramah dan sabar dalam membantu saya mengurus semua berkas. Setelah berkas terpenuhi, saya mengunjungi kantor imigrasi, namun mendaftarkan status permohonan tidaklah mudah. Paspor khusus saya bermasalah. Anda tahu, teman saya menyadari jika saya menggunakan nama asli saya, saya bisa saja ditahan saat meninggalkan negeri, jadi dia menggunakan nama umum yang juga banyak digunakan dalam rezim politik. Visa saya langsung dikeluarkan karena saya mengajukan permohonan pergi ke Jepang sebagai pegawai negeri.
Di mata pemerintahan Jepang, menggunakan nama palsu pada paspor adalah pelanggaran, tidak peduli apa pun alasannya, yang berarti saya tidak dapat mengajukan permohonan suaka. Permohonan saya ditolak, dan saya hanya diberikan kartu tanda penduduk orang asing. Namun, kartu ini tidak memberi saya izin untuk bekerja. Tanpa status pengungsi, saya harus mencari cara lain jika ingin tinggal di Jepang. Mengunjungi RHQ (Refugee Assistance Headquarters), saya mengetahui tentang kelas bahasa Jepang dan mendapatkan segala bentuk dukungan.
Salah satu hal yang mereka beritahukan pada saya adalah Kalabaw no Kai, sebuah organisasi yang membantu pekerja asing, imigran, dan pengungsi. Mereka tidak hanya menawarkan kelas bahasa Jepang tetapi juga mengajarkan cara memahami budaya Jepang, yang rajin saya hadiri. Saya menerima dukungan sangat besar dari Kalabaw no Kai, yang mana sangat saya syukuri.

Saya fasih berbahasa Prancis, tetapi bahasa Inggris tidaklah mudah bagi saya. Organisasi ini berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Pada level bahasa Inggris yang saya miliki, saya tidak dapat menyampaikan situasi pelik yang terjadi di Kongo atau mendiskusikan perang saudara yang tragis atau memberitahu mereka tentang posisi saya.
Sampai pada suatu saat, Kalabaw no Kai mengadakan festival yang bertujuan untuk mendorong komunikasi antar imigran, pengungsi, penyelenggara, dan komunitas. Kami juga berharap untuk mengasilkan sedikit uang dari berjualan makanan. Saya bertanggung jawab untuk membuat tumis ayam ala Prancis, sesuatu yang saya suka saat masih di Kongo. Lalu, seorang profesor Jepang yang bertanggung jawab atas penyajian datang dan berkata pada saya, "Rasa ini membawa saya ke masa lalu." Ternyata, ia pernah makan makanan seperti ini di Prancis. "Bisakah Anda berbahasa Prancis?" tanya saya dengan bahasa Prancis untuk memulai percakapan. Profesor ini mengetahui apa yang sedang terjadi di Kongo dan mengerti alasan saya pergi, jadi ia membantu orang-orang di Kalabaw no Kai untuk memahami situasi saya. Hal ini membuat mereka semakin yakin bahwa saya harus mendapatkan status pengungsi, dan akhirnya, kami mendapatkan pengacara dan membawa kasus ini ke pengadilan.
Saat kami menang dan saya mendapatkan status pengungsi, saya sudah berada di Jepang selama tujuh tahun. Sulit untuk menjelaskan seperti apa tahun-tahun ini. Saya sangat berterima kasih bahwa saya mendapatkan pekerjaan tetap di UNIQLO GINZA dan merasa sangat positif mengenai masa depan.
Saya memiliki dua anak laki-laki. Anak pertama berusia empat tahun, dan yang kedua berusia tujuh bulan. Membesarkan anak itu sulit! Karena anak-anak saya tumbuh besar di Jepang, mereka tidak bisa melihat Kongo, untuk melihat asal usul mereka. Anak tertua dapat berbahasa Lingala, salah satu bahasa Kongo, dan juga bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan bahasa Prancis. Anime favoritnya berbahasa Inggris, oleh sebab itulah ia sangat fasih bahasa Inggris. Istri saya lebih nyaman menggunakan bahasa Prancis. Ia bisa berbahasa Inggris, tetapi sulit baginya untuk berbicara.
Di Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo, Lingala adalah bahasa utama. Penduduk di wilayah timur berbicara dengan bahasa Swahili. Di bagian barat menggunakan Kikongo, dan di wilayah tengah menggunakan bahasa Tshilubà. Keempat bahasa ini adalah bahasa utama, tapi jika Anda menghitung jumlah suku, ada 450 kelompok suku. Diantaranya, Lingala adalah bahasa yang paling banyak digunakan.
Karena tidak punya satu pun buku berbahasa Lingala, kami memastikan untuk berbicara dengan bahasa Lingala pada anak-anak kami. Anda tidak memerlukan buku untuk mempelajari kata-kata dan belajar berbicara. Saya ingin anak saya mengetahui bahasa Lingala karena saya pikir akan datang waktu bagi kami untuk kembali ke Kongo.
Satu hal yang tidak bisa saya lupakan dari kehidupan saya di Kongo adalah cuacanya. Tempat asal saya di wilayah barat, daratannya beriklim sabana, dan lautnya yang menyejukkan. Mirip dengan musim semi di Jepang, namun berlangsung sepanjang tahun. Saat Portugis pertama kali mengunjungi Kerajaan Kongo pada abad ke lima belas, mereka sampai di wilayah barat melalui lautan. Perdagangan budak belum ada hingga abad ke enam belas, dan untuk sementara waktu, kondisi perdagangan relatif seimbang. Namun pada abad ke enam belas, kami diserbu oleh Eropa, yang menjadi awal dari jalan gelap sepanjang sejarah.

Dari pengisian stok hingga alterasi, Masamba melakukan semuanya di bagian pria UNIQLO GINZA.
Berawal dari kehilangan
Hal yang saya suka dari Jepang adalah ketenangannya. Baik saat Anda sedang di dalam bus atau kereta, penumpang lainnya tidak banyak bicara, mengikuti situasi, menyendiri. Di Kongo, bus dan kereta sudah seperti pesta, semua orang berbicara.
Sangat menakjubkan saat Anda kehilangan sesuatu di Jepang, ada kemungkinan Anda mendapatkannya kembali. Suatu waktu, tas saya tertinggal di kereta. Ponsel dan dompet saya ada di dalamnya. Saat saya menyadari apa yang terjadi, saya melapor pada petugas kereta, lalu pencarian dilakukan segera, tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Tidak lama setelah itu, saya menghubungi bagian lost and found dan mereka mengabarkan bahwa tas saya sudah ditemukan.
Jadi saya pergi untuk mengambilnya, dan menemukan ponsel juga dompet saya di dalamnya. Tidak ada satupun yang hilang. Saya benar-benar tidak mempercayai ini. Saya sangat berterima kasih pada siapapun yang mengembalikannya. Jika hal seperti ini terjadi di Kongo, bisa dipastikan tasnya benar-benar hilang, dan jika ditemukan, isinya pasti sudah tidak ada.
Menolong Pengungsi di Limbo
Saya mulai bekerja di UNIQLO Ginza tahun 2017.
Jadi sudah tujuh tahun. Saat ini, saya bertanggung jawab atas pakaian pria di lantai delapan, sembilan, dan sepuluh. Namun, saya juga mengerjakan bagian kasir, membantu pelanggan di ruang ganti, meletakkan stok di rak, dan mengelola toko. Sebagian besar staf datang dari negara lain. Ini adalah pekerjaan yang menyibukkan, tetapi sangat memuaskan.
Saya membawa istri saya dari Kongo. Di Jepang, kami memiliki dua anak. Saya berterima kasih pada pekerjaan ini atas stabilitas dan ketenangan yang diberikan pada keluarga saya. Meski datang ke Jepang merupakan ketidaksengajaan, saya bersyukur karena bisa berada di tempat yang begitu damai dan tenang.
Saya ingin memberi pelayanan pada pengungsi lain yang memiliki kisah serupa dengan saya. Rasanya seperti hidup dalam lubang hitam saat proses permohonan Anda terhambat. Tidak ada kepastian setiap harinya. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya ingin membantu orang-orang ini, sebagai balasan atas kebaikan yang saya terima. Jauh dari kata tersesat, seperti pada hari-hari pertama saya di Jepang, saya menemukan komunitas orang Afrika lainnya, orang-orang dari Kongo yang tinggal di sini. Koneksi seperti ini penting sebagai sumber dukungan.
Setiap hari saya mengecek situasi di Kongo. Jika mereka bisa membangun demokrasi dan menstabilkan situasi, saya ingin membawa pulang keluarga saya. Saya berharap nantinya, hari itu akan tiba.


UNIQLO COFFEE di lantai dua belas di UNIQLO GINZA dan UNIQLO FLOWER di lantai satu tepi jalan.
Bagaimana UNIQLO merekrut pengungsi melalui Program RISE.
Dalam upaya memanfaatkan sumber daya kami sebagai perusahaan pakaian, UNIQLO telah mengumpulkan banyak item melalui kotak daur ulang di toko, memilah barang yang bisa digunakan kembali dan mengirim pakaian kepada kamp pengungsi di seluruh dunia, sebagai respon pada kebutuhan. Hingga saat ini, lebih dari 54.6 juta item telah dikirim ke delapan puluh negara dan wilayah (sejak Agustus 2023).
Program RISE (Refugee Inclusion Supporting and Empowerment) diluncurkan pada tahun 2011. Tujuannya adalah untuk mempekerjakan para pengungsi di toko-toko UNIQLO secara proaktif. Agar para pengungsi mendapatkan kehidupan yang stabil di rumah baru mereka, kesempatan untuk bekerja adalah hal yang krusial.
Bekerja sama dengan NPO, UNIQLO mengadakan wawancara untuk melihat kemampuan individu. Semua karyawan menerima pengajaran tentang nilai-nilai UNIQLO dan cara melayani pelanggan, serta kursus bahasa dalam bahasa Jepang (atau, jika di luar negeri, bahasa lokal).
Serangkaian pelatihan ini juga termasuk panduan untuk manager, personel pelatihan, dan staf toko dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman antar budaya yang mendalam.
Pada April 2024, empat puluh enam anggota staf dengan status pengungsi telah dipekerjakan di tiga puluh tiga toko di Jepang. Tren ini menyebar hingga toko kami di Amerika Serikat dan Eropa, juga perusahaan-perusahaan di Fast Retailing Group. Menganggap semua karyawan adalah bagian dari tim yang sama, terlepas dari asal usul atau kewarganegaraannya, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya perusahaan.
Menjadikan para pengungsi bagian dari staf UNIQLO adalah salah satu cara untuk membuat keberagaman sebagai realitas sehari-hari.
Membantu orang-orang untuk tinggal dan bekerja di Jepang: Refugee Assistance Headquarters (RHQ)
RHQ didirikan oleh pemerintah Jepang pada tahun 1979 untuk menampung para pengungsi dari Indochina (Vietnam, Kamboja, Laos). Sesuai mandat pemerintah, mereka menyediakan berbagai bentuk bantuan kepada para pengungsi, orang-orang yang berhasil dievakuasi, dan mereka yang sedang mengajukan status pengungsi, dengan tujuan pemukiman kembali.
Mereka yang telah memasuki Jepang dan mengajukan permohonan status pengungsi dan tidak memiliki dana pribadi berhak mendapatkan bantuan dana selama empat bulan untuk biaya hidup, tempat tinggal, dan biaya pengobatan. Jangka waktu ini dapat diperpanjang berdasarkan kasus per kasus dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti penyakit atau perawatan pada anak.
Sambil menunggu status pengungsi diberikan, sebagian besar pemohon diberikan visa "Aktivitas Khusus (Designated Activities)" selama dua atau tiga bulan. Visa jangka menengah dan jangka panjang yang mengizinkan untuk bekerja dapat memakan waktu tunggu hampir selama satu tahun. Tanpa visa yang sesuai, tidak mungkin bisa mendapatkan pekerjaan, sehingga hal ini menjadi proses pengajuan yang paling sulit bagi para pengungsi.
Bagi mereka yang telah menerima status pengungsi, RHQ memberikan program dukungan residensi pendidikan. Kelas siang diadakan selama enam bulan, sedangkan kelas malam berlangsung selama setahun dan memberikan pengajaran bahasa Jepang serta panduan untuk tinggal di Jepang. Jika seseorang mengalami kesulitan dalam perjalanan menghadiri kelas, tersedia tempat tinggal yang jaraknya relatif dekat dari tempat kursus.
Panduan gaya hidup membantu mereka mendapatkan asuransi untuk anak-anak mereka, menyiapkan anak-anak mereka untuk memasuki sekolah, dan mematuhi peraturan setempat untuk memilah sampah. Bantuan penempatan pekerjaan juga disediakan saat ini. RHQ terus mengimbau industri lokal dan pedagang untuk mempekerjakan para pengungsi.
Sebelumnya, kebanyakan pengungsi datang dari Asia, tetapi dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika. Sebagian besar pemohon yang mendapatkan status pengungsi dan mengikuti program dukungan residensi pendidikan datang dengan gelar sarjana atau pascasarjana dengan harapan untuk bekerja di berbagai bidang. Untuk membantu mereka mencocokkan pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki, kita perlu menciptakan lingkungan yang lebih terbuka pada orang-orang dari latar belakang budaya, agama, dan sosial yang berbeda. Intinya adalah kita berusaha untuk memahami satu sama lain.
Lebih dari 30% staf di UNIQLO GINZA datang dari luar negeri. Ada banyak perbedaan perspektif.
Suasananya berbeda dari lantai ke lantai, baik saat adanya cafe di lantai dua belas atau toko bunga di lantai satu. Anggota staf bernama Thidar adalah seorang pengungsi dari Myanmar.

Thidar, yang bertanggung jawab atas lantai bagian wanita, terlihat sedang menjelaskan UTme! pada sejumlah pelanggan yang penasaran.

Hanya beberapa menit berjalan kaki dari persimpangan Ginza 4-chome di Ginza 6-chome, UNIQLO GINZA memiliki staf yang sangat beragam. Dari 320 pekerja, 110 pekerja datang dari luar negeri (sejak Maret 2024), dan tiga pekerja direkrut melalui program RISE.
Pada sore di hari kerja, kedua belas lantai di toko Ginza penuh dengan pelanggan dari seluruh dunia. Ini adalah sebuah cerminan dari staf yang beragam.
Setiap lantai ditata dan didekorasi secara berbeda, namun seluruh bagian toko disinari oleh cahaya alami, yang membuat aktivitas melihat-lihat jadi menyenangkan. Lantai dua belas dan lantai atas memiliki cafe simpel yang terdiri dari jejeran sofa. Tempat yang sempurna untuk duduk dan memulihkan diri dari jet lag. Apakah ini Ginza, atau New York?
Pertanyaan bagus. Dengarkan pelanggan yang sedang mengobrol, kemungkinan besar Anda akan mendengar bahasa Inggris dan banyak bahasa lainnya. Melihat pelanggan merasa nyaman dan staf yang membantu mereka membuat toko terasa damai.
Di lantai lima, ada bagian UTme! di mana Anda dapat membuat t-shirt orisinil dan tas tote dari fotografer dan ilustrator favorit Anda. Thidar, staf yang bertugas di konter, direkrut melalui program RISE.
Permohonan Suaka Ditolak
Thidar lari dari Myanmar ke Jepang pada tahun 2007.
Myanmar dijajah oleh Inggris pada abad ke sembilan belas. Negara ini kemudian diduduki oleh Jepang selama Perang Dunia II. Kemudian pada tahun 1948, tidak lama setelah perang, mereka mendeklarasikan kemerdekaan sebagai Persatuan Burma (berganti nama menjadi Persatuan Myanmar oleh pemerintah militer pada tahun 1989).
Myanmar sering menjadi tempat terjadinya kudeta dan konflik, dengan pemerintahan diktator yang masih berlanjut hingga saat ini. Penindasan dan konflik bersenjata di Myanmar meningkat pada tahun 2021, dan menurut UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), ada lebih dari 61.700 orang yang mencari perlindungan di negara-negara tetangga dan sekitarnya, sementara lebih dari 2.9 juta orang terpaksa pindah dari tempat tinggalnya.
Saat pemerintah diktator melarang demonstrasi sipil pada tahun 2007, Thidar, yang mengkhawatirkan keselamatannya, menghubungi saudara perempuan dan saudara iparnya, yang sudah tinggal di Jepang, dan kemudian ia meninggalkan Myanmar.
Sesampainya di Jepang, ia mengajukan permohonan status pengungsi di kantor imigrasi, namun permohonannya ditolak. Ia hanya bisa mendapatkan visa "Aktivitas Khusus (Designated Activities)". Visa yang dikeluarkan oleh Ministry of Justice yang mengizinkan jenis pekerjaan tertentu untuk jangka waktu mulai dari tiga bulan hingga lima tahun. Pada kasus Thidar, ia hanya diberikan jangka waktu enam bulan. Sebelum jangka waktunya habis, ia dapat mendatangi kantor imigrasi dan melakukan wawancara. Jika situasinya dianggap pengecualian, ia bisa mendapatkan perpanjangan waktu.
Thidar berhasil memperbarui visa enam bulannya beberapa kali. Kemudian, visanya diperbarui setiap tahun. Pada tahun keenamnya di Jepang, ia akhirnya diberikan status pengungsi.
Sementara itu, ia pernah bekerja di toko hamburger dan restoran yakitori. Awalnya, karena ia tidak bisa membaca tulisan Jepang, sangat sulit untuk mempelajari menu dan membuat pesanan tanpa membuat kesalahan. Berinteraksi dengan pelanggan mengajarkannya bahwa untuk hidup dan bekerja di Jepang, ia memerlukan penguasaan bahasa yang kuat. Seorang teman mengarahkannya ke yayasan kesejahteraan sosial Support21, yang khusus membantu pengungsi untuk menjadi independen. Mereka juga memberikan kelas bahasa Jepang, yang kemudian ia ikuti, mendedikasikan sebagian besar waktu luangnya untuk belajar.

Pertemuan pagi di lantai dua belas. Ini adalah pagi yang spesial, karena mereka merayakan hari jadi sepuluh tahun salah satu staf.
UNIQLO Direkomendasikan di Kelas Bahasa Jepang
Saat ia berjuang untuk menemukan jalannya, Thidar mendapat kabar bahwa ibunya jatuh sakit di Myanmar. Karena ia harus mengirim sejumlah uang untuk pengobatan ibunya, keadaan keuangannya menjadi sangat sulit pada satu waktu. Saat itulah ia mulai menginginkan sumber pendapatan yang lebih stabil dan kehidupan yang lebih tenang.
Suatu hari, guru bahasa Jepangnya bertanya, "Thidar, apakah Anda mau bekerja di UNIQLO?". Ia menyukai fashion dan tertarik untuk bekerja di bidang itu. Thidar menganggap rekomendasi ini sebagai pertanda bahwa kemampuan bahasa Jepangnya telah meningkat. Support21 memberikan panduan menulis resume dan mengisi lamaran, membantunya untuk mengurus semuanya.
Saat ia dipilih melalui program RISE, Thidar diwawancarai oleh seorang guru, yang menilai kemampuan bahasa Jepangnya cukup baik. Tidak lama setelah itu, ia mulai bekerja, sambil menghadiri kelas khusus bahasa dari program RISE. Thidar mengatakan bahwa ia masih mengingat perasaan lega dan cemas yang ia rasakan.
Program dukungan dari UNIQLO untuk para pengungsi dirilis pada tahun 2011. Perusahaan, toko, dan staf mendapatkan banyak pengalaman. Seiring berjalannya waktu, sebuah filosofi pun muncul—menyadari bahwa pengalaman setiap orang berbeda-beda, Anda dapat berkomunikasi dengan para pengungsi sama seperti dengan staf lainnya, tanpa banyak perlakuan khusus, agar mereka menjadi terbiasa dengan pekerjaannya.
Selama lebih dari dua puluh tahun, UNIQLO secara proaktif merekrut penyandang disabilitas. Program ini menganut filosofi serupa. Mendorong pemahaman dan kerja sama yang membuat tim toko lebih kuat, meningkatkan komunikasi dan, pada akhirnya, meningkatkan kualitas pengalaman berbelanja—sebuah filosofi yang telah dianut di seluruh perusahaan.
Kewarganegaraan dan Kewirausahaan
Thidar ditugaskan di UNIQLO GINZA.
Saat memasuki area khusus karyawan, ia menemukan bahwa papan penanda ditulis dengan bahasa Inggris dan hiragana, sehingga staf yang sedang belajar bahasa Jepang dapat membacanya dengan mudah. Ia merasa tenang mengetahui bahwa beberapa staf juga merupakan pengungsi sepertinya. Yang terpenting adalah, ia sangat senang bisa bekerja di industri pakaian.
Hal yang membingungkan pada awalnya adalah betapa seringnya orang-orang berbicara dengannya dalam bahasa Jepang karena penampilannya. Mereka berbicara seolah-olah ia memahami apa yang mereka katakan, tetapi terkadang ia tidak dapat memahami percakapan. "Maaf, bisakah Anda mengatakannya lagi?" tanyanya, lalu saat mereka melihat label namanya dan mengatakan "Oh, Anda bukan orang Jepang," mereka kemudian mulai berbicara dengan kecepatan yang lebih pelan. Meski membuat frustasi, hal ini tidak sepenuhnya buruk. Thidar bersyukur bahwa pelanggan mau menyesuaikan pada kondisinya.
Pada pengalaman awalnya di pertemuan pagi, ia hanya mampu memahami mungkin dua puluh persen dari apa yang dibicarakan. Namun dengan meminta rekan kerjanya menjelaskan kembali, ia kemudian dapat memahami sepenuhnya. Semua dapat diselesaikan dengan mengajukan pertanyaan. Ini adalah sebuah pencerahan.
Ia banyak belajar. Apa saja yang termasuk dalam pengurangan sampah plastik, betapa pentingnya mendaur ulang pakaian dan mengirimkan pakaian yang masih bisa dipakai kepada pengungsi di seluruh dunia. Bekerja di toko Ginza memberinya kesempatan untuk belajar sambil bekerja, mendapatkan wawasan tentang proyek keberlanjutan UNIQLO.
Saat ini, Thidar sedang mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan menjadi warga negara Jepang melalui proses naturalisasi. Ia memeriksa berita dari Myanmar setiap hari, namun keadaan sepertinya tidak membaik. Staf di toko Ginza sangat ramah. Ini adalah pekerjaan yang layak. Ia sudah terbiasa tinggal di Jepang. Ia sudah mendapatkan hidup yang stabil. Mimpinya adalah membuka butik pakaiannya sendiri suatu hari nanti—sebuah mimpi yang mendorongnya untuk mendapatkan kewarganegaraan.

Yuki Koda
Manager, UNIQLO GINZA
Perbedaan adalah bagian dari pengalaman, namun kami mencoba untuk memiliki pandangan yang positif dalam menghadapi berbagai hal.
Di UNIQLO GINZA, kami secara rutin menyambut pelanggan dari lebih 130 negara yang berbeda. Sebelum datang ke toko Ginza, saya sendiri bekerja di luar negeri sebagai manajer UNIQLO di New York. Di Amerika, tidak jarang stafnya terdiri dari orang-orang yang berasal dari Amerika Selatan, Tiongkok, Eropa, Asia, atau Afrika. Terkadang ada spektrum kemahiran bahasa Inggris yang berbeda-beda, tetapi setiap orang berusaha melalakukan yang terbaik, sehingga kendala bahasa tidak terlalu menjadi masalah. Sesuatu yang saya perhatikan sejak kembali ke Jepang adalah sikap tidak toleran terhadap perbedaan kecil. Namun, beberapa kritik yang membangun adalah hal yang baik. Jika Anda menghadapinya dengan sudut pandang positif, akan lebih mudah untuk melakukan penyesuaian. Begitulah saya melakukan pekerjaan saya.

Takaya Nagai
Acting Manager, UNIQLO GINZA
Membangun ruang global di mana kebangsaan bukanlah suatu masalah.
Kami memiliki 320 anggota staf di UNIQLO GINZA, dengan lebih dari 30% staf berasal dari luar negeri. Anda akan mendengar mereka membantu pelanggan dalam bahasa Jepang, Inggris, dan Mandarin setiap hari, serta bahasa Korea, Prancis, Rusia, Thailand, Mongolia, atau Vietnam tergantung shiftnya. Akhir-akhir ini pelanggan sudah menggunakan aplikasi terjemahan, yang mengurangi kendala bahasa secara signifikan. Prinsip layanan di UNIQLO adalah “membantu diri sendiri”, sehingga pelanggan bebas menjelajahi toko. Jika ada yang membutuhkan bantuan, kami memberikan bantuan dengan sopan dan ramah. Kami ingin membangun ruang global di mana kebangsaan bukanlah suatu masalah, baik bagi staf maupun pelanggan. Saya pikir ini membuat toko kami memiliki suasana yang cerah dan sejuk sehingga siapa pun dapat merasa seperti di rumah sendiri.
Tanggapan dari staff UNIQLO GINZA

Kayo (Jepang)
Tempat ini merupakan tempat di mana saya bisa merasakan perkembangan diri saya. Saya bisa melakukan pekerjaan saya di sini bahkan saat hamil tujuh bulan.

Gerald (Filipina)
Setiap harinya, saya mempunyai kesempatan untuk melatih kemampuan bahasa saya dalam bahasa Inggris dan Filipina. Itu membuat pekerjaan menjadi menyenangkan.

Natalia (Rusia)
Sekitar setahun yang lalu, saya pindah dari toko di Shinjuku ke UNIQLO GINZA. Saya suka bertemu dengan pelanggan dari seluruh dunia.

Ayaka (Jepang)
Berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan menemukan cara untuk membantu mereka menjadikan pekerjaan ini lebih bermakna.

Sasitorn (Thailand)
Saat saya mendengar seseorang berbicara bahasa Thailand, saya akan menyapanya. Ini adalah pekerjaan yang banyak menumbuhkan potensi diri.

Lin (China)
Saya memiliki tiga anak. Bekerja dan membesarkan anak secara bersamaan adalah hal yang sulit, namun saya siap mengadapi tantangan. Saya ingin membuat area penjualan jadi lebih menarik.

Yuiko (Jepang)
Sangat menyenangkan berkontribusi pada lingkungan yang positif tidak hanya bagi pelanggan, tetapi juga bagi staf.

Tim ini mencakup manajer toko, staf pelatihan, veteran toko, dan karyawan RISE—begitu banyak peran yang berbeda, dan semuanya bekerja untuk mencapai satu tujuan.
UNIQLO GINZA
Alamat: |
1F-12F, Ginza Komatsu East Wing, 6-9-5 Ginza, Chuo-ku, Tokyo |
---|---|
Jam: |
11.00 – 21.00 |
Koleksi: |
Wanita, Pria, Anak Bayi, Maternity |
Akses: |
Naik Tokyo Metro Ginza Line ke Ginza dan gunakan pintu keluar A2, lalu jalan kaki selama empat menit. |

Menjaga harkat dan martabat manusia, berjalan bersama, dan saling membantu.
Ayaki Ito
UNHCR, Japan Representative

Dalam tujuh dekade sejak UNHCR, UN Refugee Agency, dibentuk untuk memberikan bantuan dan solusi bagi para pengungsi yang melarikan diri dari kehancuran akibat Perang Dunia II di Eropa, situasi pengungsi global telah berubah secara signifikan. Jumlah orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik, penganiayaan, kekerasan, atau pelanggaran hak asasi manusia kini mencapai 110 juta orang di seluruh dunia.
Di negara-negara yang menampung para pengungsi, bantuan yang diberikan pada mereka mengalami hambatan. Bahkan negara-negara yang secara historis merupakan sumber dukungan emosional dan material yang signifikan bagi pengungsi, dalam beberapa tahun terakhir, menghadapi kendala dalam memberikan bantuan yang memadai. Pada abad kedua puluh satu, kita juga melihat pergeseran dari kerja sama internasional multilateral menuju unilateralisme yang berorientasi ke dalam (inward-looking). Saat ini, kita sering mendengar kekhawatiran dan kecemasan bahwa pengungsi dapat memicu ketegangan dalam negeri dan menimbulkan perpecahan.
Saya membayangkan di Jepang, saat orang-orang mendengar kata “pengungsi”, masih banyak orang yang bersimpati terhadap mereka tetapi berpikir bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan menganggapnya sebagai masalah yang tidak dapat diatasi. Selain itu, ketika orang mendengar kata-kata seperti “perang saudara” dan “politik”, mereka mungkin berpikir lebih baik menghindari isu tersebut.
Jepang pada pascaperang tidak pernah mengalami situasi seperti perang saudara. Namun, setiap orang di Jepang dapat membayangkan situasi di mana mereka tiba-tiba kehilangan tempat tinggal akibat bencana alam, seperti gempa bumi besar, dan harus hidup dalam situasi yang sulit setelah dievakuasi.
Dalam hal ini keadaan pengungsi tidak jauh berbeda. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kehidupan biasa tetapi tiba-tiba kehilangan kehidupannya dan terpaksa meninggalkan rumah mereka. Menempatkan diri kita pada posisi mereka dengan cara ini membantu kita lebih memahami penderitaan mereka.

Sebagai lembaga kemanusiaan, UNHCR memberikan bantuan secepatnya kepada para pengungsi di negara-negara yang dilanda konflik, atau di negara-negara tetangga tempat mereka mengungsi.
Tapi ini tidak menyelesaikan semuanya. Dalam situasi dimana orang-orang tidak dapat pulang ke rumah, atau saat mereka mencari kehidupan baru di suatu tempat dengan bahasa dan budaya yang berbeda, pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama dengan organisasi yang berpengalaman untuk mengembangkan strategi guna membantu dan menyambut mereka ke dalam masyarakat. Jika tidak, para pengungsi akan segera terisolasi dan tidak mampu mencari penghasilan. Jika mereka tidak didukung oleh pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan, para pengungsi tidak akan memiliki masa depan yang stabil.
Saya sangat percaya pada kekuatan sektor swasta. Saya berharap lebih banyak perusahaan dapat mengikuti contoh yang dilakukan oleh program Refugee Inclusion Supporting and Empowerment (RISE) UNIQLO, yang membantu pengungsi menjadi independen. Program ini menciptakan pondasi bagi pengungsi untuk mempelajari bahasa, budaya, dan adat istiadat yang diperlukan untuk hidup mandiri, dan berpartisipasi aktif dalam meningkatkan komunitas lokal sebagai anggota masyarakat yang berkontribusi. Memahami satu sama lain dan saling memberi dukungan dapat memberikan dampak positif yang jauh lebih besar dari yang bisa kita bayangkan.
Saat pengungsi mulai bekerja dan diterima di masyarakat, kata “pengungsi” menjadi sebutan yang tidak diperlukan lagi. Untuk menjaga martabat manusia, kita perlu saling mendukung dan berjalan berdampingan. Kami membantu memperkaya komunitas secara keseluruhan, dengan membantu pengungsi menunjukkan kemampuan mereka sepenuhnya.
Demi perkembangkan diri dan menciptakan masyarakat yang berkelanjutan, kita harus membangun masyarakat yang menerima pengungsi. Saya akan sangat bersyukur jika Anda mau membantu.
- Bahasa Indonesia
- English
BACK ISSUE

Oktober 2023 No.25
Menjadi Brand yang Paling Favorit di Skandinavia
Nikolina Johnston, sosok di balik toko pertama UNIQLO di Stockholm. Dulunya ia pernah menjadi pemain sayap kanan di olahraga sepak bola.
BACA SELENGKAPNYA

Januari 2023 No,24
Memberdayakan Anak untuk Membangun Masa Depannya
Legenda tenis Roger Federer dan Tadashi Yanai membahas pentingnya membantu anak-anak.
BACA LEBIH LANJUT

Oktober 2022 No.23
Sangat Jauh dari Rumah
Lahir dan dibesarkan di Ukraina, Dariia Baranovska kini bekerja di UNIQLO store Amsterdam.
BACA LEBIH LANJUT